Berita IAI

(Laporan Utama): “Keajaiban (Masa Depan) Bitcoin”

08 Juni 2016 - Siaran Pers


“Keajaiban (Masa Depan)  Bitcoin”

 

Era digitalisasi teknologi telah melahirkan Bitcoin sebagai mata uang baru yang menggairahkan bagi masyarakat dunia. Dia menjadi alternatif untuk melengkapi kebutuhan  transaksi keuangan di level global yang mendambakan kemudahan, efisiensi dan keamanan.

 

Bitcoin disebut-sebut sebagai keajaiban baru di abad millenium. Dari sebuah kode progam matematika perangkat sistem komputer, Bitcoin kemudian berhasil menobatkan diri sebagai mata uang universal. Bitcoin memenuhi syarat-syarat sebagai uang karena bersifat tahan lama, langka, bisa dibagi, dan bisa dikenali. Pada akhirnya yang terpenting untuk sebuah komoditas agar memperoleh peng­akuan sebagai uang adalah kepercayaan dan penerimaan masyarakat. Yah, syaratnya sebuah konsensus umum. Pun masyarakat mengakui kertas, logam, emas, berlian, reksadana, saham dan komoditas lain sebagai sebuah kekayaan juga karena sebuah konsensus semata.

Laiknya uang, maka Bitcoin pun dapat digunakan se­bagai alat tukar, alat satuan hitung, alat bayar, alat pembentukan dan pemindahan modal serta alat penimbun keka­yaan. Bitcoin mengalami akselerasi fungsi menakjubkan dari sekadar produk teknologi menjadi ‘berhala’ kekayaaan. Tak sedikit umat dunia memercayai Bitcoin akan menjadi mata uang masa depan yang unggul dan digdaya.

Bitcoin memang telah menangkap peluang pasar de­ngan begitu baik. Tren peningkatan pengguna internet di seluruh dunia menjadi momen strategis kehadiran Bitcoin. Khususnya dengan perkembangan potensi bisnis e-commerce global yang mendorong masyarakat global melakukan transaksi perdagangan lintas negara.

Dalam era perdagangan global, publik membutuhkan basis penukaran yang lebih mudah, cepat, aman, transpa­ran, efisien, dan paling penting dipercaya. Mereka percaya teknologi ini mampu menggantikan sistem teknologi perbankan yang membutuhkan sumber daya, memakan biaya sangat besar, menelan waktu lama dan rentan koreksi human error dalam mencatat semua transaksi keuangan dunia. Bitcoin dipandang lebih praktis dan pas sebagai sebuah opsi alternatif mata uang digital.

Temuan kode-kode program kriptografi Satoshi Nakamoto tersebut dapat mewakili kepentingan masyarakat tentang kebutuhan medium transaksi publik yang non konvensional.

Bitcoin merupakan pengembangan konsep cryptocurrency yang menggagas dan merekomendasikan konsep tentang bentuk baru uang menggunakan kriptografi untuk mengontrol pembuatan dan merealisasikan transaksi tanpa melalui bayang-bayang kekuatan otoritas dan sentralisasi sistem.  Bitcoin tersebut diproses dalam Application-Specific Integrated Circuit atau disingkat ASIC yang memang berfungsi untuk mencari koin baru melalui proses penambangan serta membantu proses transaksi Bitcoin di seluruh dunia.

Satoshi Nakamoto merancang bitcoin sebagai sistem teknologi yang terdesentralisasi di tangan anggota-anggo­tanya. Tidak ada satu lembaga atau perantara yang mampu mengendalikan pun mengintervensi laju kriptografi alamiah dan digitalisasi permintaan dan penawaran transaksi Bitcoin di tengah pasar.

Semua berjalan berdasarkan hukum kepercayaan, dan kepercayaan lah yang menjadi underlying transcation dari Bitcoin. Kepercayaan atas Bitcoin pula yang kemudian mengerak­kan penawaran (supply) dan memuluskan permintaan (demand) produk tersebut secara berkesinambungan.

Sementara mata uang konvensional dunia selalu memiliki sebuah otoritas moneter yang meng­atur dan me­ngelola yaitu Bank Sentral yang berdiri di tiap-tiap negara. Bank Sentral berperan pula mengordinasikan jaringan perbankan dan lembaga keuangan yang beroperasi pada wilayah masing-masing. Industri keuang­an menjadi sebuah ekosistem megah nan gemuk tempat berhimpunnya institusi yang berupaya mereguk modal dan keuntungan dari dinamika kegiatan ekonomi masyarakat.    

Jaringan integrasi industri keuangan yang modern, luas, serta berbasis kepadatan tenaga SDM membuat sistem interkoneksitas global semakin rumit dan membutuhkan modal pengembangan selangit dalam pengelolaan dan pemeliharaan alur lalu lintas intensitas ekonomi dunia yang semakin sibuk dan massif.

Tak mengenakkannya, karena biaya pengembalian modal atas investasi jaringan teknologi tersebut kemudian dibebankan kepada konsumen pengguna jaringan jasa keuangan. Tentu saja semakin hari semakin mahal pula isi kantong yang harus dirogoh untuk bertransaksi dalam model lembaga keuangan konvensional tersebut.  

Teknologi Bitcoin menjawab persoalan tersebut de­ngan lebih mudah dan sederhana. Mekanisme kerja Bitcoin berdasarkan peer to peer tanpa menggunakan server sehingga semua pengguna Bitcoin saling terkoneksi satu sama lain secara otomatis dengan menggunakan sistem Blockchain. Jaring­an peer-to-peer (P2P) merupakan salah satu model jaringan komputer dimana setiap station atau komputer yang terdapat di dalam lingkungan jaringan tersebut bisa saling berbagi.

Dalam jaringan ini tidak ada komputer yang berfungsi khusus, semua komputer dapat berfungsi sebagai klien dan server secara bersamaan. Jaringan peer-to-peer dapat dimaknai sebagai kolaborasi tanpa adanya pusat kontrol atau server. Tidak ada penguasaan dan kepemilikan mutlak dalam Bitcoin. Sistem kinerja Bitcoin yang terbuka dan demokratis, memberikan keleluasaan istimewa bagi semua pengguna Bitcoin di seluruh dunia mengedalikan kinerja jaringan bersama. Jaringan tetap akan aman meskipun tidak semua pengguna dapat dipercaya.

Oleh karenanya, setiap data transaksi yang dilakukan di masa lampau hingga yang terjadi saat ini tersimpan di semua peer seluruh jaringan. Data tersebut teradministrasikan berdasarkan urutan kronologis transaksi. Setiap transaksi harus diverifikasi oleh sejumlah peer baru dinyatakan valid.            

Dengan model kerja dan konsep jaringan teknologi seperti itu, setiap transaksi berlangsung lebih cepat tanpa mengeluarkan biaya seperserpun dalam settlement process-nya. Keunggulan utama Bitcoin dengan sistemnya blockchain-nya dibanding mata uang tradisional memang dalam kemudahan pengiriman ke mana pun di seluruh dunia.

 

Keajaiban Bitcoin

Dalam perjalanannya, Bitcoin menjadi mata uang dunia virtual. Transaksi Bitcoin (BTC) meledak dan mengejutkan. Produk tersebut laris manis dan menjadi sebuah prestise kekayaan individu dalam dunia internasional. Organisasi Bitcoin Indonesia menyebutkan nilai total semua BTC yang beredar  menembus US$1,5 miliar dengan transaksi pertukaran Bitcoin senilai jutaan dolar setiap hari, meskipun baru empat tahun dideklarasikan di tengah publik. Di Amerika Serikat sendiri peredaran Bitcoin mencapai 35 persen dari peredaran Bitcoin di seluruh dunia. Sementara China 5 per­sen dan di Indonesia masih sekitar 1 persen.

Nilai Bitcoin juga mencengangkan. Awalnya 10.000 Bitcoin hanya berharga dua potong pizza ketika diujicoba diperdagangkan secara perdana pada Januari Tahun 2010. Itu berarti 1 BTC dinilai US$0.0025 yang setara Rp23 menggunakan kurs Januari 2010 yang berada di level Rp9.200 atau Rp33.75 dengan kurs Rp13.500 pada medio Februari 2016. Kini dengan jumlah 10.000 BTC, pundi-pundi uang dapat membubung hingga US$3,9 juta atau setara dengan Rp52,8 miliar menggunakan kurs tertinggi Bitcoin pada tanggal 12 Februari 2016 seharga US$391.24 per 1 BTC.

Nominal pertumbuhan tersebut sudah terbilang relatif normal. Har­ga 1 BTC pernah melonjak hingga Rp1.216.73 di MT Gox Exchange pada 17 November 2013. Namun pada lain waktu sebuah Bitcoin hanya bernilai US$13-US$100. Harga Bitcoin pernah anjlok hingga kisaran US$500 per BTC dari sebelumnya US$1.100 per BTC ketika Peme­rintah China melarang peng­gunaan Bitcoin atau bahkan terjun bebas hingga US$3.50 ketika agen Bitcoin MT.Gox dan MyBitcoin diretas hacker yang berujung bocornya informasi dan pencurian atas mata uang virtual tersebut.

Namun pada periode lain harga Bitcoin dapat melambung hingga US$1.242 tak lama setelah  Senat dan Peme­rintah Amerika Serikat menegaskan untuk pertama kali bahwa inovasi Bitcoin tidak boleh memperoleh hambatan dalam proses perkembangannya.

Fluktuasi kurs Bitcoin tersebut erat berhubungan de­ngan kebijakan ekonomi dunia termasuk regulasi sebuah negara, persepsi harapan dan kekhawatiran (kepanikan) pemilik Bitcoin dan jumlah permintaan dan penawaran Bitcoin di dalam pasar.

Ketika permintaan bitcoin bertumbuh dapat menggenjot kenaikan harga dan ketika permintaan lesu harga pun melemah. Bitcoin yang beredar jumlahnya terbatas dan bitcoin baru dibuat dengan tingkat yang dapat diprediksi dengan tren menurun, sehingga dengan demikian permintaan harus mengikuti besaran inflasi untuk menjaga harga tetap stabil.

Bitcoin pernah dinobatkan sebagai currency of the year, kemudian dinobatkan sebagai best investment of the year. [Tapi] pernah juga  dinobatkan sebagai the worst currency atau mata uang terburuk di dunia ketika harganya jatuh.

Namun demikian, banyak yang pesimis Bitcoin akan mampu menggeser mata uang konvensional baik ditingkat lokal dan global.  Alasannya Bitcoin punya masalah karena tidak memiliki underline dan  tidak terpusat. Selain itu, Bitcoin juga tidak memiliki mekanisme deposit  dan kredit seperti mata uang yang lain.

Poltak Hotradero, Kepala Divisi Riset Bursa Efek Indonesia mengatakan, penggunaan dan status Bitcoin memang hanya sebagai mata uang alternatif saja yang dimanfaatkan oleh sekelompok masyarakat. Dari segi fungsi, bitcoin dinilai hanya dapat memenuhi sebagian kecil fungsi mata uang yaitu sebagai alat pembayaran.

“Jadi saya tidak bilang bahwa Bitcoin itu hanya untuk kaum hobbies, tetapi penggunaan dan statusnya sebagai mata uang alternatif hanya terus akan menjadi alternatif. Karena Bitcoin sampai saat ini bentuknya hanya sebagai sebuah pembayaran saja untuk memenuhi sebagian fungsi dari sejumlah fungsi  semua mata uang,” katanya.

Poltak menambahkan pemanfaat­an Bitcoin yang tidak membutuhkan lembaga perbankan juga dinilai tidak akan mampu menggeser fungsi perbankan, sebab nilai tukarnya yang sa­ngat fluktuatif. “Meskipun dari sisi transfer murah tetapi risiko nilai tukarnya sangat tinggi. Sehingga Saya tidak melihat bahwa Bitcoin bisa meng­gantikan fungsi mata uang secara mainstream,” kata Poltak.

Untuk itu, ia menilai Bank Indonesia belum perlu me­ngeluarkan kebijakan khusus terkait mata uang digital ini. Kalau dalam hal ini BI bereaksi dan over reaktif, justru akan mengundang minat yang lebih besar lagi dari masyarakat.

Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Legal dan ASEAN KADIN, Bernardino Moningka Vega menilai mata uang digital sangat terkait dengan transaksi e- commerce, sehingga le­bih urgen untuk mengatur sistem transaksi elektronik itu terlebih dahulu. Seiring meningkatnya tran­saksi e-commerce di tanah air, sudah selayaknya pemerintah mengatur sistem dan mendata semua transaksi melalui internet.

Menurutnya perlu dibuat sebuah format akuntansi yang memadukan data semua transaksi lewat internet sebagaimana platform transaksi elektronik yang sudah dite­rapkan di Amerika Serikat, sehingga potensi ekonominya dapat dioptimalkan.

Dia mengatakan sistem mata uang digital Bitcoin sulit untuk menjadi mata uang masa depan, karena kepercayaan dan penerimaan terhadap mata uang konvensional masih begitu besar. Di level regional ASEAN, Rupiah, Ringgit maupun Dollar Singapura masih menjadi mata uang dominan yang digunakan oleh khalayak luas.

“Digital transaksinya satu hal yang perlu diregulasi [pemerintah], tetapi kalau kreatif produknya kita biarkan saja sendiri karena itu kreativitas,” katanya. *IFA/AFM

(Tulisan ini telah terbit di Majalah Akuntan Indonesia Edisi Pebruari – Maret 2016)

CA, Tentukan Kesuksesanmu!